Menangkal Radikalisme Dini: Peran Preventif Polri di Era Digital

Ancaman radikalisme, yang berpotensi memecah belah persatuan dan mengancam keamanan negara, telah bertransformasi seiring perkembangan teknologi. Di era digital, penyebaran ideologi ekstremisme menjadi lebih cepat dan mudah diakses, terutama menyasar generasi muda melalui media sosial dan platform daring lainnya. Oleh karena itu, strategi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam Menangkal Radikalisme Dini sangat mengandalkan fungsi preventif dan pre-emtif. Kepolisian tidak lagi hanya berfokus pada penindakan terhadap pelaku terorisme, tetapi lebih mengutamakan pencegahan ideologi destruktif tersebut agar tidak mengakar di masyarakat. Upaya Menangkal Radikalisme Dini ini merupakan tugas mendesak, mengingat data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada awal tahun 2025 menunjukkan bahwa 70% paparan radikalisme terjadi melalui internet, dan mayoritas sasarannya adalah individu di bawah usia 30 tahun.

Strategi utama Polri dalam Menangkal Radikalisme Dini di dunia maya adalah melalui patroli siber dan kontra-narasi. Tim khusus patroli siber Mabes Polri secara aktif memantau platform media sosial, forum daring, dan grup pesan instan yang diduga menyebarkan konten radikal. Mereka tidak hanya memblokir atau menghapus konten tersebut, tetapi juga meluncurkan narasi tandingan yang menekankan nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan kebangsaan. Kegiatan ini dikoordinasikan secara intens oleh Direktorat Tindak Pidana Siber yang bekerja setiap hari, Senin sampai Jumat, untuk memastikan ruang digital tetap aman dari pengaruh ekstremisme.

Selain ranah siber, peran Babinkamtibmas di tingkat komunitas juga vital. Petugas di lapangan ini bertugas melakukan pembinaan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, dan terutama, kepada kelompok rentan seperti pelajar dan mahasiswa. Mereka memberikan edukasi tentang literasi digital, mengajarkan cara memilah informasi yang benar, dan mendorong pemahaman tentang konsep jihad yang benar dalam konteks keagamaan yang damai. Misalnya, di Pondok Pesantren Nurul Iman, Bhabinkamtibmas BRIPKA Hasan Basri mengadakan sesi dialog interaktif setiap bulan Ramadan untuk membahas perbedaan antara dakwah yang sejuk dan propaganda yang radikal, dengan fokus pada pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kerja sama dengan institusi pendidikan juga menjadi pilar penting. Pada 12 Maret 2026, Polri bersama Kementerian Pendidikan mengumumkan program wajib kurikulum ekstrakurikuler di tingkat SMA yang menekankan nilai-nilai kebangsaan dan anti-radikalisme, yang implementasinya diawasi oleh petugas Pembinaan Masyarakat (Binmas) setempat. Dengan pendekatan multi-lapisan—dari pembersihan konten radikal di internet hingga pembinaan langsung di masyarakat—Polri berupaya menciptakan ketahanan ideologi yang kuat, memastikan bahwa upaya Menangkal Radikalisme Dini dapat berhasil dilakukan, dan generasi muda terlindungi dari narasi yang menyesatkan.