Perizinan Ormas: Haruskah Dipermudah atau Diperketat? Argumen Kritis Terhadap Regulasi dan Biaya Perpanjang SKCK yang Bersifat Birokratis

Polemik mengenai Perizinan Ormas (Organisasi Masyarakat) seringkali mencuat, menghadirkan dua kutub argumen yang berlawanan. Di satu sisi, ada desakan untuk mempermudah demi mendukung partisipasi publik. Di sisi lain, ada tuntutan pengetatan regulasi demi mencegah penyalahgunaan dan potensi konflik sosial yang mengancam stabilitas.


Banyak aktivis berpendapat bahwa proses Perizinan Ormas saat ini masih terlalu birokratis dan memakan waktu. Proses yang berbelit-belit ini, termasuk persyaratan administratif yang detail, dapat menghambat munculnya inisiatif sipil yang murni bergerak di bidang sosial, lingkungan, atau pendidikan.


Regulasi yang birokratis seringkali diperparah oleh biaya administrasi tak terduga, mirip dengan mitos biaya mahal pada Perpanjang SKCK. Walaupun biaya resminya kecil, proses yang rumit menciptakan celah untuk pungutan liar. Hal ini secara tidak langsung mendiskriminasi kelompok masyarakat yang memiliki modal terbatas.


Argumen untuk pengetatan regulasi muncul sebagai respons terhadap beberapa kasus Ormas yang menyimpang dari tujuan awal. Beberapa Ormas terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum, seperti premanisme, intoleransi, atau bahkan menjadi kedok untuk kepentingan politik tersembunyi.


Untuk mengatasi dilema ini, solusi terletak pada modernisasi dan transparansi. Proses Perizinan Ormas harus didigitalisasi sepenuhnya. Platform online yang terpadu dapat memangkas birokrasi, memberikan kejelasan persyaratan, dan meminimalisir interaksi tatap muka yang berisiko.


Sistem online ini tidak hanya mempermudah, tetapi juga mempermudah pengawasan. Pemerintah dapat lebih fokus pada pengawasan substansi kegiatan Ormas, bukan hanya proses administrasinya. Pengawasan harus didasarkan pada laporan kegiatan dan dampak sosial, bukan pada tumpukan berkas.


Kunci adalah menemukan titik temu antara kemudahan akses dan kontrol yang efektif. Perizinan Ormas harus dipermudah bagi kelompok yang tujuannya murni sosial dan tidak mencari keuntungan, sambil memperketat pengawasan terhadap Ormas yang berpotensi menimbulkan keresahan publik.


Transparansi menjadi wajib, baik dalam proses self-declaration oleh Ormas maupun dalam publikasi daftar Ormas yang legal. Masyarakat berhak tahu Ormas mana saja yang diakui negara dan Ormas mana yang sedang diawasi karena dugaan pelanggaran.


Kesimpulannya, regulasi Perizinan Ormas tidak harus dipermudah atau diperketat secara membabi buta. Yang dibutuhkan adalah modernisasi yang menghilangkan birokrasi, mengedepankan transparansi, dan memungkinkan pengawasan berbasis risiko untuk menjamin keamanan publik tanpa mematikan inisiatif sipil.